Ulasan Tentang Naskah Drama Airlangga


Ulasan Tentang Naskah Drama Airlangga
(Drama dalam Tiga Babak)

Judul               :Airlangga Drama dalam Tiga Babak
                        (Diterjemahkan dari bahasa Belanda oleh Das Chall)
Penulis             :Sonoesi Pane
Penerbit          :Balai Pustaka
ISBN              :979-407-326-1
TebalBuku      :72 Halaman
Cetakan          :15 – Jakarta: BalaiPustaka, 2011.
Tokoh             : 1. Airlannga (Raja Timur 1010-1042)
                         2. Sanggrama Wijayattunggadewi (Mahapati I Hino/Putri Mahkota)
                         3. Arya Bharad (SeorangPetapa)
                         4. Kanwa (SeorangPenyair Istana)
                         5. Dua Orang Pangeran
                         6. Narottama

Naskah drama ini mengisahkan seorang Airlangga yang notabenenya sebagai Raja Jawa Timur harus berlaku adil terhadap anak-anaknya serta kepada masyarakatnya. Selain itu naskah drama ini menyajikan kisah Putri Mahkota yang menolak kedudukan sebagai pengganti Airlangga serta menyajikan kisah pertarungan duapangeran. Drama ini tediri dari tiga babak.

Babak Pertama

Sanggrama Wijayatunggadewi mengundang Arya Bharad atas anjuran Kanwa, seorang penyair istana. Undangan itu atas dasar Sanggrama Wijayatunggadewi untuk berbicara dengan Arya Bharad terkait  dengan penyebab  kesedihan dan tangisan hati Sanggrama Wijayatunggadewi. Dalam dialog antara SanggramaWijayatunggadewi dan Arya Bharad, sang putri mahkota menceritakan segalau kerisauan hatinya. Hidup ini seperti kepalsuan, kata sang putri mahkota. Kehidupan duniawi laksana suatu impian sepintas, juga kata sang putri mahkota. Sang putri mahkota merasa tidak kuat dan tidak punya semangat untuk duduk di singgasana Kahuripan. Sang putri mahkota hanya ingin menjadi petapa, tanpa kesukaran, tanpa derita. Lalu, Arya Bharad memberikan petuah atau nasihat-nasihat kepada putrimah kota. Berkat jasa Ayahanda Anda, Airlangga yang agung, maka Anda yang terpanggil untuk meneruskan pekerjaan baginda, pekerjaan baginda yang luhur, dengan tangan yang perkasa, dengan kemauan yang membaja, kata Arya Bharad. Perkataan Arya Bharad tersebut dilanjutkan dengan kisah perjuangan Airlangga semasa memimpin Kahuripan, sehingga tergeraklah hati sang putri mahkota untuk meneruskan pengabdian sang Ayahanda. Juga saya ingin berjuang demi bangsa ini, kata putri mahkota. 

Kepala abdi-abdi dalam perempuan muncul dengan membawa informasi bahwa Paduka Yang Mulia, Raja Airlangga dating untuk menemui putrinya. Raja Airlangga lalu membuka perbincangan dengan sang putri mahkota. Perbincangan tersebut membahas tentang peralihan kekuasan yang akan diberikan kepada sang putri mahkota, Sanggrama Wijayatunggadewi. Apabila sang putri menolak untuk menjadi pengganti sang Ayahanda, maka taruhannya adalah perang saudara. 

Babak Kedua

Raja Airlangga mengumpulkan pejabat-pejabat tinggi, para pendeta kerajaan, dua orang putra Ailangga, serta Mahapati I Hino. Kemudian terdengar suara raja, walaupun tenang, namun demikian menunjukkan keharuan. Raja mengatakan bahwa   tujuan dari mengumpulkan para hadirin adalah untuk mendengarkan keputusan sang Mahapati I Hino menerima atau tidak menerima lamaran dari pangeran Daha. Dan jawaban dari sang Mahapati I Hino adalah menolak lamaran dari pangeran Daha. Yang berarti bahwa secara tidak langsung sang Mahapati I Hino menolak menjadi pengganti sang Raja Airlangga. 

Di tengah perbincangan Raja Airlangga dan Narottama, abdi dalam mengabarkan bahwa di jalan-jalan kota perkelahian terjadi, itu terjadi dikarenakan kiranya orang telah mengertahui sang putri mahkota telah melepaskan kemahkotaan putri. Dan dari situlah perang saudara antara kedua puta Raja Airlannga terjadi. 

Babak Ketiga

Dalam babak terakhir ini, perbincangan  antara Raja Airlangga dengan Arya Bharad yang membahas tentang kesalahan sang putri yang telah melepas kemahkotaan putri hingga membahas tentang pembagian kerajaan bagi kedua putra Airlangga. Lalu Raja Airlangga mengundang kedua putranya untuk pembagian kerajaan. Kedua pangeran tersebut lalu diperintahkan untuk bersumpah kepada dewata, bahwa keduanya  senantiasa memelihara perdamaian dan tak akan pernah mengambil sesuatu atas kerugian yang lain, dengan ancaman tak akan pernah menempuh jalan kebebasan. Setelah sumpah tersebut Raja Airlangga membagi wilayah kekuasan kepada masing-masing pangeran. Kedua pangeran: yang tertua sebagai raja Janggala. Dan yang termuda sebagai raja Kediri. Dilanjutkan dengan mazhab syiwa, mazhab wisynu, mazhab buddha.

Tamat

Kelebihan: Naskah drama ini menyajikan cerita Airlangga yang berbeda daripada cerita Airlangga yang pernah saya baca sebelumnya, karena dalam naskah ini memaparkan tentang konflik batin yang dialami oleh Airlangga serta sang putri mahkota. Juga sekilas diceritakan tentang kesedihan Airlangga mengenang sang premaisuri.

Kekurangan: menurut saya kekurangan naskah drama ini kurang mendetail menceritakan tentang perang yang terjadi antara kedua putra mahkota.

Komentar